Jumat, 14 Desember 2012

Bunga krisan tentang pemanjat – pemanjat gunung


Dua tangakai bunga krisan terbuai – buai ditiup angin semilir, pagi – pagi sejuk. Keduanya merasa terganggu ketika serombongan kaki – kaki manusia satu – satu lewat aman dekat – dekat menepis – nepis. Batu – batu gunung yang besar – besar menimpa mereka dengan tajamnya, selalu. “dipikir – pikir tak habis – habis, kenapa manusia – manusia itu banyak – banyak yang ingin ke atas. Padahal tidak sedikit – sedikit yang jatuh – jatuh,” ujar krisan yang muda yang berputik. Cerlang – cemerlang dengan pelan – pelan. “mereka pemanjat gunung, ingin dipuja-puji dan…,” tiba-tiba ucapan krisan tua berhenti. Hujan menderam-deram tiba-tiba dan mengalir-alirkan air-airnya dan menyeret-nyeret kata-kata krisan-krisan tua kelembah yang tiba-tiba sunyi-senyap. Lelawa berterbangan, hari telah sore. Terdengar hiruk pikuk suara pemanjat-pemanjat gunung. ”mana dia, itu … ambil tali, disana…! “krisan-krisan menutup telinga tidak tega mendengar mereka membantu yang jatuh. “kau dengarlah, satu lagi terperosok,” ujar krisan tua. Krisan berputik cerlang cemerlang tiba-tiba wajahnya kelam, seperti hari yang menyungkup. Tamoak air mata duka mengalir diwajahnya, seperti  diwajah batu-batu padas yang diberitahu lelawa. Dan senjapun berangkat setia.
 

 Oleh Mars Mattola
From : Apresiasi Puisi Remaja  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar